ilustrasi ojol

TEMPO.CO, Jakarta – Sejumlah pengemudi ojek online atau ojol menyerahkan petisi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Petisi itu mendesak Kominfo merevisi aturan main aplikator yang selama ini dianggap tidak melibatkan pengemudi dalam penentuan tarif jasa pengiriman barang.

Perusahaan dianggap tidak pernah membuka ruang diskusi perihal penentuan tarif atau penarikan kompensasi tersebut. Masalah itu muncul saat banyak perusahaan ride hailing membuka layanan pengiriman barang dan makanan.

“Masalahnya, kurir di lapangan tidak pernah diajak berdiskusi soal (mekanisme tarif) sehingga para driver yang kemudian menjadi kurir dipaksa mau untuk mengangkut barang,” ujar Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafaril dalam pertemuan dengan Kominfo, di gedung Wisma Antara, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Oktober 2022.

Selain itu, diduga kompensasi penarikan jasa oleh aplikator terlampau besar sehingga kurir dan pengemudi menerima upah kecil. Taha mengatakan, selama ini, perusahaan pengiriman barang berlindung di balik Peraturan Menkominfo Nomor 1/PER/M.KOMINFO/1/2012 tentang Formula Tarif Layanan Pos Komersial.

Petisi itu diterima oleh Direktur Pengendalian Pos dan Informatika Kominfo Gunawan Hutagalung. Dalam pertemuan dengan Kominfo, Taha menyatakan seharusnya aplikator menyediakan matrix allocation risk yang bisa menjadi salah satu acuan dalam menentukan tarif.

“Masalahnya, matriks ini tidak pernah dikomunikasikan dengan mitra di lapangan,” kata Taha. Ia tidak heran, saat ini banyak driver ojek online yang mengangkut barang besar, seperti lemari pendingin atau bahkan mesin cuci.

Perwakilan kurir lainnya, Hera Abdullah, mengatakan peraturan yang disusun oleh pemerintah harus melihat realitas di lapangan. “Pemerintah harus melihat kondisi kurir karena sering sekali kami menerima order atau pesanan yang sebenarnya tidak sesuai aturan,” ujarnya.

Hera menilai tarif yang ditentukan aplikator tidak berdampak baik bagi kurir. Bahkan, kurir tidak bisa menabung karena upah yang diterima habis untuk kebutuhan sehari-hari.

Ratusan pengemudi ojek online (Ojol) membentangkan poster saat menggelar aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin, 29 Agustus 2022. Dalam aksi tersebut mereka menuntut adanya payung hukum dan legalitas profesi ojek online, perubahan potongan komisi pendapatan mitra dan revisi perjanjian kemitraan, serta menolak keras kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta – Sejumlah pengemudi ojek online atau ojol menyerahkan petisi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Petisi itu mendesak Kominfo merevisi aturan main aplikator yang selama ini dianggap tidak melibatkan pengemudi dalam penentuan tarif jasa pengiriman barang.

Perusahaan dianggap tidak pernah membuka ruang diskusi perihal penentuan tarif atau penarikan kompensasi tersebut. Masalah itu muncul saat banyak perusahaan ride hailing membuka layanan pengiriman barang dan makanan.

“Masalahnya, kurir di lapangan tidak pernah diajak berdiskusi soal (mekanisme tarif) sehingga para driver yang kemudian menjadi kurir dipaksa mau untuk mengangkut barang,” ujar Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafaril dalam pertemuan dengan Kominfo, di gedung Wisma Antara, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Oktober 2022.

Selain itu, diduga kompensasi penarikan jasa oleh aplikator terlampau besar sehingga kurir dan pengemudi menerima upah kecil. Taha mengatakan, selama ini, perusahaan pengiriman barang berlindung di balik Peraturan Menkominfo Nomor 1/PER/M.KOMINFO/1/2012 tentang Formula Tarif Layanan Pos Komersial.

Petisi itu diterima oleh Direktur Pengendalian Pos dan Informatika Kominfo Gunawan Hutagalung. Dalam pertemuan dengan Kominfo, Taha menyatakan seharusnya aplikator menyediakan matrix allocation risk yang bisa menjadi salah satu acuan dalam menentukan tarif.

“Masalahnya, matriks ini tidak pernah dikomunikasikan dengan mitra di lapangan,” kata Taha. Ia tidak heran, saat ini banyak driver ojek online yang mengangkut barang besar, seperti lemari pendingin atau bahkan mesin cuci.

Baca juga: Kemenhub dan Pengemudi Ojol Lakukan Audiensi Hari Ini, Apa Saja yang Dibahas?

Perwakilan kurir lainnya, Hera Abdullah, mengatakan peraturan yang disusun oleh pemerintah harus melihat realitas di lapangan. “Pemerintah harus melihat kondisi kurir karena sering sekali kami menerima order atau pesanan yang sebenarnya tidak sesuai aturan,” ujarnya.

Hera menilai tarif yang ditentukan aplikator tidak berdampak baik bagi kurir. Bahkan, kurir tidak bisa menabung karena upah yang diterima habis untuk kebutuhan sehari-hari.

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1644631/pengemudi-ojol-tuntut-kemenkominfo-revisi-tarif-layanan-antar-barang-dan-makanan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *